Jam ditangan menunjukkan pukul 5 sore saat Dita berada dikos dan berlelah ria
karena kuliah yang berjubel padatnya. Dita merebahkan perlahan badannya. Menghayalnya
serunya jika berlibur kesuatu tempat yang belum pernah dikunjungi. Dua menit,
10 menit masih bertahan merebahkan diri. Tiba-tiba ponsel Dita berdering dan
tertulis nama Gama, sebagai penghubung. Gama adalah sosok yang Dita tunggu
untuk menelpon, minimal ber’say hai’ semenit dua menit, karena memang special.
:D
Dita mengangkatnya, diseberang terdengar suara berat Gama
ditengah keramaian. Dimana? Membuat DIta penasaran diawal. Gama mengabarkan
bahwa dia sudah berada distasiun kereta dikota Dita menimba ilmu. Tanpa kabar
sebelumnya. Memberi kejutan mungkin. Gama meminta Dita untuk cepat menemuinya. Tanpa
persiapan apapun dengan memakai hem hitam dan rok batik yang ia kenakan kuliah
seharian ini. Sambil meminjam helm salah satu teman kos segera menancapkan gas
motornya menuju stasiun kereta. Tidak sampai 16 menit Dita berada dihalaman
stasiun dan samar melihat sosok Gama yang kurang lebih 9 bulan tidak ia lihat. Terlihat
sedikit asing, tapi merasa tidak takut untuk mendekati.
Hai. Adalah kata yang Gama ucapkan. Dita menanyakan langsung
kenapa bisa datang tanpa memberikan kabar. Mumpung libur, ada kesempatan,
sekalian kasih kejutan buat sipacar, itulah yang Gama jawab. Gama mengajak
untuk makan malam, hal yang sering Dita lakukan dengan Gama, dulu. Sambil terus
mengendarai motor dengan arahan Dita. Malam ini seperti mimpi, itu yang selalu
diucapkan Dita saat menunggu pesanan makanan. Gama menceritakan pengalaman
barunya ditempat orang. Tidak banyak yang Dita ceritakan. Dita hanya bisa
mengucapkan jika dia senang. Namun Gama menceritakan bahwa ia juga memesan
tiket kereta dengan tujuan tempat kerja barunya itu pada pukul 11 malam. Malam ini
juga? Tanya Dita berharap hanyalah canda Gama. Maaf hanya seperti ini yang
hanya aku bisa. Lelah tidak akan ada asal kamu tetap menjaga apa yang sudah kita
punya. Hanya satu kalimat Gama yang bisa Dita ingat dengan jelas. Sehabis berjalan-jalan
dengan motor dan membeli roti untuk bekal Gama selama 6 jam berkereta
selanjutnya, mereka menuju stasiun satu jam sebelum keberangkatan. Dita hanya
ingin lebih banyak berbagi tanpa ada pembatas jarak lagi, tapi Gama
mengingatkan bahwa ini hanyalah soal waktu, akan ada saatnya jarak itu hanyalah
sejarah. Percaya. Dita percaya.
Hanya bisa berseru bahwa DIta ingin membalas pengorbanan
yang diberikan Gama dengan membalas keberangkatan ke tempat Gama bekerja. Gama melarangnya
bahwa perjalanan ini hanya untuk pria. Sambil tersenyum dan berusir pergi. Tanpa
diminta Dita meneteskan air mata dan berjanji tidak akan menanti karena Dita
tau bukan hanya dia yang menunggu tapi ada Gama yang juga tak henti berharap
untuk berjuang.
Menuju perjalanan pulang, DIta menatap lurus jalan seakan
tak percaya tindakan nekat yang dilakukan Gama. Sambil terus mengayuh gas
ditangannya menuju kos. Sayup jauh terlihat pemandangan yang aneh. Sekelompok orang
mengerjakan banyak tindakan. Tidak jelas. Dan tiba-tiba berada ditempat tidur. Mimpi.
Mau kecewa, salah, karena hanya mimpi. Mau senang, salah,
karena hanya mimpi. Dita terduduk sejenak. Terdiam. Entah antara mimpi ini
sebagai firasat atau hanya mengembang lelah belaka. Ini adalah nyata dan harap.
Bahwa perasaanku berharap mimpi itu akan nyata. Tapi kuatnya logika sudah
meruntuhkannya. Sejak lama.
(Sstt...just share....diambil dari kisah nyata..0.0)